Pengaruh Perkembangan Revolusi Industri 4.0 Dalam Pendidikan di Negara Indonesia

Pendahuluan

Seiring berjalannya waktu dan jaman semakin berkembang, terjadi perubahan pada tingkah laku dan perilaku manusia berubah dari masa ke masa. Begitu pula hal ini  turut merubah perkembangan sistem pendidikan yang ada di dunia dan di Indonesia. Sistem pendidikan adalah strategi atau metode yang digunakan dalam proses belajar mengajar untuk mencapai tujuan agar peserta didik dapat secara aktif mengembangkan potensi yang ada di dalam dirinya. Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan negara (Bpkm.go.id, 2006). Perkembangan pendidikan di dunia tidak lepas dari adanya perkembangan dari revolusi industri yang terjadi pada dunia ini, karena secara tidak langsung perubahan tatanan pada ekonomi turut merubah tatanan pendidikan di suatu negara. Revolusi industri dimulai dari Revolusi Industri 1.0 terjadi pada abad ke 18 melalui penemuan mesin uap, sehingga memungkinkan barang dapat diproduksi secara masal, 2) Revolusi Industri 2.0 terjadi pada abad ke 19-20 melalui penggunaan listrik yang membuat biaya produksi menjadi murah, 3) Revolusi Industri 3.0 terjadi pada sekitar tahun 1970an melalui penggunaan komputerisasi, dan 4) Revolusi Industri 4.0 sendiri terjadi pada sekitar tahun 2010an melalui rekayasa intelegensia dan internet of thing sebagai tulang punggung pergerakan dan konektivitas manusia dan mesin (Prasetyo & Trisyanti, 2018).

Pembahasan

Dampak Revolusi Industri 4.0 terhadap Pendidikan di Indonesia

pada era modern ini, informasi dan teknologi memengaruhi aktivitas sekolah dengan sangat masif. Informasi dan pengetahuan baru menyebar dengan mudah dan aksesibel bagi siapa saja yang membutuhkannya. Pendidikan mengalami disrupsi yang sangat hebat sekali. Peran guru yang selama ini sebagai satu-satunya penyedia ilmu pengetahuan sedikit banyak bergeser menjauh darinya. Di masa mendatang, peran dan kehadiran guru di ruang kelas akan semakin menantang dan membutuhkan kreativitas yang sangat tinggi.

Industri 4.0 adalah nama tren dari sistem otomatisasi industri, dimana terdapat pertukaran data terkini dalam teknologi pabrik. Istilah ini mencakup sistim siber fisik, internet untuk segala aktifitas, komputasi kognitif dan aktifitas lain berbasis jaringan. Revolusi industri 4.0 sering pula disebut revolusi industri generasi keempat yang ditandai dengan kemunculan super komputer, robot pintar, kendaraan tanpa awak, editing genetik dan perkembangan neuroteknologi yang memungkinkan manusia dapat mengoptimalkan fungsi otak.

Era revolusi industri 4.0 merupakan tantangan berat bagi guru Indonesia. Mengutip dari Jack Ma dalam pertemuan tahunan World Economic Forum 2018, pendidikan adalah tantangan besar abad ini. Jika tidak mengubah cara mendidik dan belajar-mengajar, 30 tahun mendatang kita akan mengalami kesulitan besar. Pendidikan dan pembelajaran yang syarat dengan muatan pengetahuan mengesampingkan muatan sikap dan keterampilan sebagaimana saat ini terimplementasi, akan menghasilkan peserta didik yang tidak mampu berkompetisi dengan mesin. Dominasi pengetahuan dalam pendidikan dan pembelajaran harus diubah agar kelak anak-anak muda Indonesia mampu mengungguli kecerdasan mesin sekaligus mampu bersikap bijak dalam menggunakan mesin untuk kemaslahatan.

Sistem pendidikan membutuhkan gerakan kebaruan untuk merespon era industri 4.0. Salah satu gerakan yang dicanangkan oleh pemerintah adalah gerakan literasi baru sebagai penguat bahkan menggeser gerakan literasi lama. Gerakan literasi baru yang dimaksudkan terfokus pada tiga literasi utama yaitu 1) literasi digital, 2) literasi teknologi, dan 3) literasi manusia (Aoun, 2018). Tiga keterampilan ini diprediksi menjadi keterampilan yang sangat dibutuhkan di masa depan atau di era industri 4.0. Literasi digital diarahkan pada tujuan peningkatan kemampuan membaca, menganalisis, dan menggunakan informasi di dunia digital (Big Data), literasi teknologi bertujuan untuk memberikan pemahaman pada cara kerja mesin dan aplikasi teknologi, dan literasi manusia diarahkan pada peningkatan kemampuan berkomunikasi dan penguasaan ilmu desain (Aoun, 2017). Literasi baru yang diberikan diharapkan menciptakan lulusan yang kompetitif dengan menyempurnakan gerakan literasi lama yang hanya fokus pada peningkatan kemampuan membaca, menulis, dan matematika. Adaptasi gerakan literasi baru dapat diintegrasi dengan melakukan penyesuaian kurikulum dan sistem pembelajaran sebagai respon terhadap era industri 4.0 (Yahya, 2018).

Apakah pendidikan kita sudah siap? Kita akan coba bahas satu persatu peluang dan tantangan pendidikan kita di era revolusi industri 4.0 ini. Pertama kita akan membahas dari infrastruktur terlebih dahulu. Karena pemanfaatan teknologi tidak lepas dari pembangunan infrastruktur yang memadai. Berbicara tentang tantangan mengahadapi pendidikan di era revolusi industri 4.0 ini pasti banyak antara lain adalah Pemerataan pembangunan. Meskipun pemerintah telah berusaha untuk menekan kesenjangan pembangunan di indonesia namun tidak dapat dipungkiri bahwa kesenjangan pemerataan pembangunan di Indonesia masih terjadi. Salah satu ciri suatu daerah sudah tersentuh pembangunan biasanya ditandai bahwa daerah tersebut sudah dialiri oleh listrik. Menurut data, 42.352 Desa di Indonesia Belum Tersentuh Listrik dari total 82.190 desa diindonesia (Suliastini, 2016). Hal ini tentu berimplikasi pada pemerataan pendidikan di indonesia. Listrik merupakan sebuah simbol dari kemajuan, sehingga bisa disebut daerah tersebut tertinggal karena belum dialiri oleh listrik. Dari data ini saja menunjukkan bahwa tidak semua daerah siap akan segala perubahan yang terjadi akibat revolusi industri 4.0 ini. Konektivitas jaringan internet merupakan salah satu syarat jika kita ingin mengimplementasikan pendidikan di era revolusi industri 4.0. Saat ini belum semua wilayah indonesia dapat terhubung dengan koneksi internet, terutama sekolah sekolah. Namun berdasarkan target pemerintah bahwa pada tahun 2019, Seluruh Wilayah Indonesia Sudah Terhubung Internet (Rudiantara, 2018). Kita tunggu saja target ini apakah terwujud atau masih akan tertunda lagi.

Tantangan lain yang harus dihadapi ketika pemerintah memutuskan untuk beradaptasi dengan sistem Industri 4.0, adalah pemerintah juga harus memikirkan keberlangsungannya. Jangan sampai penerapan sistem industri digital ini hanya menjadi beban karena tidak dapat dimanfaatkan secara optimal. Banyak hal yang harus dipersiapkan seperti: peran para pengambil keputusan, tata kelola, manajemen risiko implementasi sistem, akses publik pada teknologi, dan faktor keamanan sistem yang diimplementasikan. Selain itu pemerintah juga harus mempersiapkan sistem pendataan yang berintegritas, menetapkan total harga/biaya kepemilikan sistem, mempersiapkan payung hukum dan mekanisme perlindungan terhadap data pribadi, menetapkan standar tingkat pelayanan, menyusun peta jalan strategis yang bersifat aplikatif dan antisipatif, serta memiliki design thinking untuk menjamin keberlangsungan industri. Selain mampu mengakselerasi pertumbuhan ekonomi, revolusi ini juga memiliki dampak negatif. Industri ini akan mengacaukan bisnis konvensional dan mengurangi permintaan terhadap tenaga kerja. Untuk itu pemerintah harus mempersiapkan strategi antisipatif terhadap berbagai kemungkinan yang akan berdampak negatif terhadap perekonomian nasional.

Kesimpulan

Revolusi industri saat ini memasuki fase keempat. Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi yang sangat pesat memberikan dampak yang besar terhadap kehidupan manusia. Banyak kemudahan dan inovasi yang diperoleh dengan adanya dukungan teknologi digital. Layanan menjadi lebih cepat dan efisien serta memiliki jangkauan koneksi yang lebih luas dengan sistem online. Hidup menjadi lebih mudah dan murah. Namun demikian, digitalisasi program juga membawa dampak negatif. Peran manusia setahap demi setahap diambil alih oleh mesin otomatis. Akibatnya, jumlah pengangguran semakin meningkat. Hal ini tentu saja akan menambah beban masalah lokal maupun nasional. Oleh karena itu, untuk memanfaatkan peluang dan menjawab tantangan revolusi industri 4.0, para pemangku kepentingan (stake holders) wajib memiliki kemampuan literasi data, teknologi dan manusia.

Dalam mengahadapi Era Revolusi Industri 4.0 di bidang pendidikan, motivasi saja tidak cukup dalam mewujudkan cita cita making indonesia 4.0, harus ada wujud konkret dan usaha yang keras untuk pemerintah indonesia dan kita semua dalam menyongsong era digitalisasi. Tantangan pasti akan dihadapi dalam setiap transisi inovasi dan teknologi. Kita harus berani dan siap jika tidak maka kita akan tenggelam oleh era disrupsi ini.

Berita Lainnya…